Legenda Putri Mandalika
Menurut dongeng bahwa pada zaman dahulu kala
di pantai selatan Pulau Lombok terdapat sebuah kerajaan yang bernama
Tonjang Beru. Sekeliling di kerajaan ini dibuat ruangan ruangan yang
besar. Ruangan ini digunakan untuk pertemuan para raja raja.
Negeri Tonjang Beru ini diperintah oleh raja yang terkenal akan kearifan dan kebijaksanaannya ,Raja itu bernama raja Tonjang Beru dengan permaisurinya Dewi Seranting. Baginda mempunyai seorang putri, namanya Putri Mandalika. Ketika sang putri menginjak usia dewasa, amat elok parasnya. Ia sangat anggun dan cantik jelita. Matanya laksana bagaikan bintang di timur. Pipinya laksana rauh dilayang. Rambutnya bagaikan mayang terurai. Di samping anggun dan cantik ia terkenal ramah dan sopan. Tutur bahasanya lembut. Itulah yang membuat sang putri menjadi kebanggaan para rakyatnya. ….
Rakyat sangat bangga mempunyai raja yang arif dan bijaksana yang ingin membantu rakyatnya dalam kesusahan. Berkat segala bantuan dari raja rakyat negeri Tonjang Beru menjadi hidup makmur, aman dan sentosa.
Kecantikan dan keanggunan Putri Mandalika sangat tersohor dari ujung timur sampai ujung barat pulau Lombok. Kecantikan dan keanggunan sang putri terdengar oleh para pangeran – pangeran yang membagi habis bumi Sasak (Lombok). Masing – masing dari kerajaan Johor, Lipur, Pane, Kuripan, Daha, dan kerajaan Beru. Para pangerannya pada jatuh cinta. Mereka mabuk kepayang melihat kecantikan dan keanggunan sang putri ,saling mengadu peruntungan untuk mempersunting Putri Mandalika. Dengan sepenuh perasaan halus dan lembut , Putri Mandalika menampik. Para pangeran jadi kecewa. Dua pangeran amat murka menerima kenyataan itu. Mereka adalah Pangeran Datu Teruna dari Johor dan Pangeran Maliawang dari kerajaan Lipur.
Negeri Tonjang Beru ini diperintah oleh raja yang terkenal akan kearifan dan kebijaksanaannya ,Raja itu bernama raja Tonjang Beru dengan permaisurinya Dewi Seranting. Baginda mempunyai seorang putri, namanya Putri Mandalika. Ketika sang putri menginjak usia dewasa, amat elok parasnya. Ia sangat anggun dan cantik jelita. Matanya laksana bagaikan bintang di timur. Pipinya laksana rauh dilayang. Rambutnya bagaikan mayang terurai. Di samping anggun dan cantik ia terkenal ramah dan sopan. Tutur bahasanya lembut. Itulah yang membuat sang putri menjadi kebanggaan para rakyatnya. ….
Rakyat sangat bangga mempunyai raja yang arif dan bijaksana yang ingin membantu rakyatnya dalam kesusahan. Berkat segala bantuan dari raja rakyat negeri Tonjang Beru menjadi hidup makmur, aman dan sentosa.
Kecantikan dan keanggunan Putri Mandalika sangat tersohor dari ujung timur sampai ujung barat pulau Lombok. Kecantikan dan keanggunan sang putri terdengar oleh para pangeran – pangeran yang membagi habis bumi Sasak (Lombok). Masing – masing dari kerajaan Johor, Lipur, Pane, Kuripan, Daha, dan kerajaan Beru. Para pangerannya pada jatuh cinta. Mereka mabuk kepayang melihat kecantikan dan keanggunan sang putri ,saling mengadu peruntungan untuk mempersunting Putri Mandalika. Dengan sepenuh perasaan halus dan lembut , Putri Mandalika menampik. Para pangeran jadi kecewa. Dua pangeran amat murka menerima kenyataan itu. Mereka adalah Pangeran Datu Teruna dari Johor dan Pangeran Maliawang dari kerajaan Lipur.
Datu Teruna mengutus Arya Bawal dan Arya Tebuik untuk
melamar, dengan ancaman hancurnya kerajaan Tonjang Beru bila lamaran
itu ditolaknya. Pangeran Maliawang mengirim Arya Bumbang dan Arya
Tuna dengan hajat dan ancaman yang serupa.
Putri Mandalika tidak bergeming. Serta merta Datu Teruna melepaskan senggeger Utusaning Allah, sedang Maliawang meniup Senggeger Jaring Sutra. Keampuhan kedua senggeger ini tak kepalang tanggung dimata Putri Mandalika , wajah kedua pangeran itu muncul berbarengan.
Sang Putri Gelisah karena lamaran dan ancaman kedua pangeran , tak bisa makan, tak bisa tidur, sang putri akhirnya kekurusan. Seisi negeri Tonjang Beru disaput duka. sang putri menolak lamaran ? Karena, selain rasa cintanya mesti bicara, ia juga merasa memikul tanggung jawab yang tidak kecil. Akan timbul bencana manakala sang putri menjatuhkan pilihannya pada salah seorang pangeran. Dalam semadi, sang putri mendapat wangsit agar mengundang semua pangeran dalam pertemuan pada tanggal 20 bulan 10 ( bulan Sasak ) menjelang pagi – pagi buta sebelum adzan subuh berkumandang. Mereka harus disertai oleh seluruh rakyat masing - masing. Semua para undangan diminta datang dan berkumpul di pantai Kuta. Tanpa diduga – duga enam orang para pangeran datang, dan rakyat banyak yang datang, ribuan jumlahnya. Pantai yang didatangi ini bagaikan dikerumuni semut. Ada yang datang dua hari sebelum hari yang ditentukan oleh sang putri. Anak – anak sampai kakek – kakek pun datang memenuhi undangan sang putri ditempat itu. Rupanya mereka ingin menyaksikan bagaimana sang putri akan menentukan pilihannya. Pengunjung berduyun – duyun datang dari seluruh penjuru pulau Lombok. Merekapun berkumpul dengan hati sabar menanti kehadiran sang putri.
Seperti janjinya. Sang putri muncul sebelum adzan berkumandang. Persis ketika langit memerah di ufuk timur, sang putri yang cantik dan anggun ini hadir dengan diusung menggunakan usungan yang berlapiskan emas. Prajurit kerajaan berjalan di kiri, di kanan, dan di belakang sang putri. Sungguh pengawalan yang ketat. Semua undangan yang menunggu berhari – hari hanya bisa melongo kecantikan dan keanggunan sang putri. Sang putri datang dengan gaun yang sangat indah. Bahannya dari kain sutera yang sangat halus.Tidak lama kemudian, sang putri melangkah, lalu berhenti di onggokan batu, membelakangi laut lepas. Disitu Putri Mandalika berdiri kemudian ia menoleh kepada seluruh undangannya. Sang putri berbicara singkat, tetapi isinya padat, mengumumkan keputusannya dengan suara lantang dengan berseru ”Wahai ayahanda dan ibunda serta semua pangeran dan rakyat negeri Tonjang Beru yang aku cintai. Hari ini aku telah menetapkan bahwa diriku untuk kamu semua. Aku tidak dapat memilih satu diantara pangeran. Karena ini takdir yang menghendaki agar aku menjadi Nyale yang dapat kalian nikmati bersama pada bulan dan tanggal saat munculnya Nyale di permukaan laut.
Putri Mandalika tidak bergeming. Serta merta Datu Teruna melepaskan senggeger Utusaning Allah, sedang Maliawang meniup Senggeger Jaring Sutra. Keampuhan kedua senggeger ini tak kepalang tanggung dimata Putri Mandalika , wajah kedua pangeran itu muncul berbarengan.
Sang Putri Gelisah karena lamaran dan ancaman kedua pangeran , tak bisa makan, tak bisa tidur, sang putri akhirnya kekurusan. Seisi negeri Tonjang Beru disaput duka. sang putri menolak lamaran ? Karena, selain rasa cintanya mesti bicara, ia juga merasa memikul tanggung jawab yang tidak kecil. Akan timbul bencana manakala sang putri menjatuhkan pilihannya pada salah seorang pangeran. Dalam semadi, sang putri mendapat wangsit agar mengundang semua pangeran dalam pertemuan pada tanggal 20 bulan 10 ( bulan Sasak ) menjelang pagi – pagi buta sebelum adzan subuh berkumandang. Mereka harus disertai oleh seluruh rakyat masing - masing. Semua para undangan diminta datang dan berkumpul di pantai Kuta. Tanpa diduga – duga enam orang para pangeran datang, dan rakyat banyak yang datang, ribuan jumlahnya. Pantai yang didatangi ini bagaikan dikerumuni semut. Ada yang datang dua hari sebelum hari yang ditentukan oleh sang putri. Anak – anak sampai kakek – kakek pun datang memenuhi undangan sang putri ditempat itu. Rupanya mereka ingin menyaksikan bagaimana sang putri akan menentukan pilihannya. Pengunjung berduyun – duyun datang dari seluruh penjuru pulau Lombok. Merekapun berkumpul dengan hati sabar menanti kehadiran sang putri.
Seperti janjinya. Sang putri muncul sebelum adzan berkumandang. Persis ketika langit memerah di ufuk timur, sang putri yang cantik dan anggun ini hadir dengan diusung menggunakan usungan yang berlapiskan emas. Prajurit kerajaan berjalan di kiri, di kanan, dan di belakang sang putri. Sungguh pengawalan yang ketat. Semua undangan yang menunggu berhari – hari hanya bisa melongo kecantikan dan keanggunan sang putri. Sang putri datang dengan gaun yang sangat indah. Bahannya dari kain sutera yang sangat halus.Tidak lama kemudian, sang putri melangkah, lalu berhenti di onggokan batu, membelakangi laut lepas. Disitu Putri Mandalika berdiri kemudian ia menoleh kepada seluruh undangannya. Sang putri berbicara singkat, tetapi isinya padat, mengumumkan keputusannya dengan suara lantang dengan berseru ”Wahai ayahanda dan ibunda serta semua pangeran dan rakyat negeri Tonjang Beru yang aku cintai. Hari ini aku telah menetapkan bahwa diriku untuk kamu semua. Aku tidak dapat memilih satu diantara pangeran. Karena ini takdir yang menghendaki agar aku menjadi Nyale yang dapat kalian nikmati bersama pada bulan dan tanggal saat munculnya Nyale di permukaan laut.
Bersamaan dan berakhirnya kata – kata tersebut para pangeran
pada bingung rakyat pun ikut bingung dan bertanya – tanya memikirkan kata
– kata itu. Tanpa diduga – duga sang putri mencampakkan sesuatu di atas
batu dan menceburkan diri ke dalam laut yang langsung di telan
gelombang disertai dengan angin kencang, kilat dan petir yang menggelegar
Tidak ada tanda – tanda sang putri ada di tempat itu. Pada saat mereka pada kebingungan muncullah binatang kecil yang jumlahnya sangat banyak yang kini disebut sebagai Nyale. Binatang itu berbentuk cacing laut. Dugaan mereka binatang itulah jelmaan dari sang putri. Lalu beramai – ramai mereka berlomba mengambil binatang itu sebanyak – banyaknya untuk dinikmati sebagai rasa cinta kasih dan pula sebagai santapan atau keperluan lainnya.
Tidak ada tanda – tanda sang putri ada di tempat itu. Pada saat mereka pada kebingungan muncullah binatang kecil yang jumlahnya sangat banyak yang kini disebut sebagai Nyale. Binatang itu berbentuk cacing laut. Dugaan mereka binatang itulah jelmaan dari sang putri. Lalu beramai – ramai mereka berlomba mengambil binatang itu sebanyak – banyaknya untuk dinikmati sebagai rasa cinta kasih dan pula sebagai santapan atau keperluan lainnya.
Event bau nyale,
legenda putri mandalika dari pulau lombok
Masyarakat Sasak bersiap merayakan upacara
tradisional Bau Nyale yang setiap tahun dirayakan lima hari setelah bulan
purnama pada hari ke-20 bulan ke-10 berdasarkan kalender tradisional Sasak.
Tahun ini perayaan tersebut jatuh pada 22-23 Februari 2011.
Sasak adalah kelompok etnis dominan yang mendiami pulau Lombok, di Nusa Tenggara Barat, dekat Bali. Bau dalam bahasa Lombok berarti “menangkap" dan nyale adalah sejenis cacing laut yang hanya muncul dipermukaan hanya beberapa kali dalam setahun. Oleh karena itu, Bau Nyale adalah upacara meriah, dimana para suku sasak berramai-ramai menangkap nyale di sepanjang pesisir pantai Lombok. Tahun ini acara tersebut akan berlangsung di pantai Kaliantan, Desa Pemongkong, Kecamatan Jerowaru, Lombok Timur.
Festival ini juga akan menampilkan lomba tradisional seperti Bekayaq, Cilokaq, Peresean, Begambus, berbalas pantun, dan lomba mendayung perahu. Sebagai event akbar rakyat Lombok, Festival Bau Nyale juga akan menampilkan berbagai pertunjukan kesenian, seperti: wayang kulit, penginang robek, dan teater legenda Putri Nyale. Festival ini tidak hanya akan dikemas oleh suku Sasak lokal tapi juga diikuti oleh pemerintah setempat dan tentunya penonton dari seluruhdunia.
Penduduk setempat percaya, bahwa nyale bukan hanya cacing biasa, tetapi dianggap sebagai makhluk suci yang membawa kesejahteraan bagi mereka yang menghormatinya atau kemalangan bagi mereka yang mengabaikannya. Keyakinan ini didasarkan pada legenda Putri Mandalika.
Legenda mengatakan bahwa pada masa lalu, hiduplah seorang putri cantik bernama Mandalika. Cerita tentang kecantikannya terkabar sampai ke setiap sudut pulau, sehingga banyak pangeran jatuh cinta padanya dan sangat ingin menikahinya. Untuk mendapatkannya, mereka menciptakan suatu pergolakan di seluruh pulau. Melihat kejadian ini, sang putri sedih dan merindukan perdamaian di tanahnya. Untuk mengakhiri kekacauan itu, Putri Mandalika menenggelamkan dirinya ke laut. Saat pengikutnya mencoba untuk menemukan tubuhnya, mereka hanya menemukan cacing laut yang berlimpah yang saat ini dikenal sebagai nyale. Dengan demikian, nyale diyakini sebagai reinkarnasi Putri Mandalika. Oleh karena itu nyale yang muncul setiap tahun di pantai dianggap sebagai putri cantik yang mengunjungi bangsanya.
Salah satu peristiwa yang paling penting bagi masyarakat Sasak, yaitu upacara Bau Nyale adalah sebuah ritual dimana tradisi mulia bertemu dengan pemandangan yang memesona. Mulai dari penduduk desa, pemerintah setempat, serta pengunjung akan berduyun-duyun ke pantai melebur menjadi bagian dari tradisi kuno ini. Inilah kesempatan untuk merasakan budaya eksotis dengan latar belakang pandangan pulau yang indah dan magis, Bau Nyale sangat layak untuk dikunjungi. Upacara Nyale ini juga dikenal di Sumba, di mana upacara juga diikuti oleh Festival Pasola ( kegiatan memasak ayam dan ketupat : jika ayam yang di panggang masih mengeluarkan darah dan ketupat yang di masak berwarna coklat, itu pertanda akan terjadi bencana atau kegiatan yang dilakukan akan mengalami banyak hambatan )
Sasak adalah kelompok etnis dominan yang mendiami pulau Lombok, di Nusa Tenggara Barat, dekat Bali. Bau dalam bahasa Lombok berarti “menangkap" dan nyale adalah sejenis cacing laut yang hanya muncul dipermukaan hanya beberapa kali dalam setahun. Oleh karena itu, Bau Nyale adalah upacara meriah, dimana para suku sasak berramai-ramai menangkap nyale di sepanjang pesisir pantai Lombok. Tahun ini acara tersebut akan berlangsung di pantai Kaliantan, Desa Pemongkong, Kecamatan Jerowaru, Lombok Timur.
Festival ini juga akan menampilkan lomba tradisional seperti Bekayaq, Cilokaq, Peresean, Begambus, berbalas pantun, dan lomba mendayung perahu. Sebagai event akbar rakyat Lombok, Festival Bau Nyale juga akan menampilkan berbagai pertunjukan kesenian, seperti: wayang kulit, penginang robek, dan teater legenda Putri Nyale. Festival ini tidak hanya akan dikemas oleh suku Sasak lokal tapi juga diikuti oleh pemerintah setempat dan tentunya penonton dari seluruhdunia.
Penduduk setempat percaya, bahwa nyale bukan hanya cacing biasa, tetapi dianggap sebagai makhluk suci yang membawa kesejahteraan bagi mereka yang menghormatinya atau kemalangan bagi mereka yang mengabaikannya. Keyakinan ini didasarkan pada legenda Putri Mandalika.
Legenda mengatakan bahwa pada masa lalu, hiduplah seorang putri cantik bernama Mandalika. Cerita tentang kecantikannya terkabar sampai ke setiap sudut pulau, sehingga banyak pangeran jatuh cinta padanya dan sangat ingin menikahinya. Untuk mendapatkannya, mereka menciptakan suatu pergolakan di seluruh pulau. Melihat kejadian ini, sang putri sedih dan merindukan perdamaian di tanahnya. Untuk mengakhiri kekacauan itu, Putri Mandalika menenggelamkan dirinya ke laut. Saat pengikutnya mencoba untuk menemukan tubuhnya, mereka hanya menemukan cacing laut yang berlimpah yang saat ini dikenal sebagai nyale. Dengan demikian, nyale diyakini sebagai reinkarnasi Putri Mandalika. Oleh karena itu nyale yang muncul setiap tahun di pantai dianggap sebagai putri cantik yang mengunjungi bangsanya.
Salah satu peristiwa yang paling penting bagi masyarakat Sasak, yaitu upacara Bau Nyale adalah sebuah ritual dimana tradisi mulia bertemu dengan pemandangan yang memesona. Mulai dari penduduk desa, pemerintah setempat, serta pengunjung akan berduyun-duyun ke pantai melebur menjadi bagian dari tradisi kuno ini. Inilah kesempatan untuk merasakan budaya eksotis dengan latar belakang pandangan pulau yang indah dan magis, Bau Nyale sangat layak untuk dikunjungi. Upacara Nyale ini juga dikenal di Sumba, di mana upacara juga diikuti oleh Festival Pasola ( kegiatan memasak ayam dan ketupat : jika ayam yang di panggang masih mengeluarkan darah dan ketupat yang di masak berwarna coklat, itu pertanda akan terjadi bencana atau kegiatan yang dilakukan akan mengalami banyak hambatan )
Doyan
Nada adalah putra seorang kepala suku di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat,
Indonesia. Sejak kecil, ia memiliki tabiat yang kurang disukai oleh ayahnya
yaitu sangat kuat makan. Oleh karena tidak sanggup lagi memberinya makan, sang
ayah pun berniat untuk membinasakannya. Bagaimana nasib Doyan Nada selanjutnya?
Ikuti kisahnya dalam cerita Doyan Nada berikut ini!
Alkisah, saat belum
mempunyai nama, Pulau Lombok masih berupa perbukitan yang dipenuhi hutan
belantara dan belum dihuni manusia. Pulau ini hanya dihuni oleh ratu jin yang
bernama Dewi Anjani didampingi seorang patih bernama Patih Songan. Dewi Anjani
mempunyai banyak prajurit dari bangsa jin dan seekor burung peliharaan yang
bernama Beberi. Burung itu berparuh perak dan berkuku baja yang sangat tajam.
Dewi Anjani beserta para pengikutnya tinggal di puncak Gunung Rinjani yang
terdapat di pulau itu.
Suatu hari, sepulang
dari berkeliling mengitari seluruh daratan Pulau Lombok, Patih Songan datang
menghadap kepada Dewi Anjani.
“Ampun, Tuan Putri!
Izinkanlah hamba untuk menyampaikan sesuatu,” kata Patih Songan sambil memberi
hormat.
“Kabar apa yang hendak
kamu sampaikan, Patih? Katakanlah!” seru Dewi Anjani.
“Begini, Tuan Putri.
Hamba baru saja selesai mengelilingi pulau ini. Hamba melihat pulau ini semakin
penuh dengan pepohonan. Maka itu, Hamba menyarankan agar Tuan Putri segera
memenuhi pesan kakek Tuan Putri untuk mengisi pulau ini dengan manusia,” ungkap
Patih Sangon.
“Oh, iya, terima kasih
Patih telah mengingatkanku mengenai amanat itu,” ucap Dewi Anjani, “Baiklah
kalau begitu, besok temani aku untuk mencari tempat yang cocok dijadikan lahan
pertanian oleh manusia yang akan menghuni pulau ini!”
“Baik, Tuan Putri!”
jawab Patih Sangon.
Keesokan
hari, Dewi Anjani bersama Patih Songan dan Beberi menjelajahi seluruh wilayah
daratan pulau tersebut. Setelah menemukan tempat yang cocok, Dewi Anjani segera
memerintahkan Beberi untuk menebang pepohonan yang tumbuh sesak dan
berdesak-desakan di sekitar tempat itu.
Beberi
pun segera melaksanakan perintah tuannya. Dengan paruh dan kukunya yang tajam,
ia mampu menyelesaikan tugas itu dengan mudah. Setelah itu, Dewi Anjani segera
mengubah sepuluh pasang suami istri dari prajuritnya menjadi manusia dan salah
seorang di antaranya dijadikan sebagai kepala suku. Kesepuluh pasangan suami
istri tersebut kemudian menetap di daerah itu dan hidup sebagai petani.
Setelah
beberapa lama menetap di sana, istri sang kepala suku melahirkan seorang bayi
laki-laki yang ajaib. Begitu terlahir ke dunia, ia langsung dapat berjalan dan
berbicara, serta dapat menyuapi dirinya sendiri. Selain itu, bayi ajaib itu
sangat kuat makan. Sekali makan, ia dapat menghabiskan dua bakul nasi beserta
lauknya. Maka sebab itulah, kedua orang tua dan orang-orang memanggilnya Doyan
Nada. Dalam bahasa setempat, kata Doyan Nada merupakan julukan
yang biasa diberikan kepada orang yang kuat makan.
Semakin besar Doyan
Nada semakin kuat makan sehingga kedua orang tuanya tidak sanggup lagi
memberinya makan. Oleh karena itu, sang ayah berniat untuk menyingkirkannya.
“Bu, anak kita harus
segera disingkirkan dari rumah ini. Jika tidak, kita akan mati kelaparan,” kata
kelapa suku.
“Tapi, Yah. Bukankah
Doyan Nada anak kita satu-satunya?”
“Iya, Ibu benar. Tapi,
hanya inilah satu-satunya cara untuk menyelamatkan hidup kita,” jawab sang
kepala suku.
Sang
istri tidak bisa berbuat apa-apa kecuali pasrah setelah mendengar penjelasan
suaminya. Sementara itu, sang kepala suku segera menyusun rencana untuk
menghabisi nyawa Doyan Nada. Pada esok harinya, ia mengajak anaknya ke hutan
untuk menebang pohon besar. Tanpa merasa curiga sedikit pun, Doyan Nada
menuruti saja ajakan sang ayah.
Setibanya
di hutan, sang ayah memilih pohon yang paling besar dan segera menebangnya.
Dengan sengaja ia mengarahkan pohon besar itu roboh ke tempat Doyan Nada
berdiri. Begitu roboh, pohon besar itu menindih tubuh Doyan Nada hingga tewas
seketika. Melihat anaknya tidak bernyawa lagi, sang ayah segera meninggalkan
tempat itu.
Rupanya, Dewi Anjani
menyaksikan semua peristiwa tersebut dari puncak Gunung Rinjani.
“Beberi, cepat
percikkan banyu urip (air hidup) ke tubuh Doyan Nada!” seru Dewi
Anjani kepada burung peliharaannya.
Mendengar
perintah tuannya, Beberi segera terbang melesat menuju ke tempat Doyan Nada
tertindih pohon besar dengan membawa banyu urip. Konon, banyu urip
itu berkhasiat untuk menghidupkan kembali orang yang telah meninggal. Setelah banyu
urip itu dipercikkan ke seluruh tubuhnya, Doyan Nada pun hidup kembali.
Begitu sadar, ia langsung berteriak memanggil ayahnya.
“Ayah… Ayah… tolong
aku! Pohon besar ini menindih tubuhku!”
Beberapa kali Doyan
Nada berteriak, namun tidak ada jawaban. Akhirnya, ia mencoba untuk melepaskan
tubuhnya dari tindihan kayu besar itu. Semula, ia mengira bahwa dirinya tidak
akan mungkin mampu menggerakkannya. Namun tanpa diduga, ia dapat melakukannya
dengan mudah. Ternyata, Dewi Anjani telah memberikan kekuatan yang luar biasa
kepadanya.
Setelah terbebas, Doyan
Nada kemudian membawa pulang kayu besar itu dan meletakkannya di depan rumah.
“Ayah… Ibu… aku
pulang!” teriaknya, “Kayu yang Ayah tebang tadi aku letakkan di sini.”
Mendengar teriakan itu,
sang ayah segera berlari keluar rumah. Alangkah terkejutnya ia ketika melihat
Doyan Nada masih hidup. Lebih terkejut lagi ketika ia mengetahui anaknya itu
mampu mengangkat sebuah kayu besar.
“Ayah, kenapa Ayah
meninggalkanku seorang diri di tengah hutan?” tanya Doyan Nada.
Sang ayah tidak
langsung menjawab. Ia berpikir sejenak untuk mencari-cari alasan agar niat
jeleknya tidak diketahui oleh Doyan Nada.
“Maafkan Ayah, Nak!
Ayah tidak bermaksud meninggalkanmu. Tadi Ayah mengira kamu sudah meninggal.
Ayah sudah berusaha untuk menolongmu, tapi Ayah tidak kuat mengangkat kayu
besar yang menindihmu itu,” jawab sang ayah dengan penuh alasan.
Doyan
Nada langsung percaya saja pada kata-kata ayahnya. Ia kemudian masuk ke dalam
rumah untuk mencari makanan karena sudah kelaparan. Nasi dua bakul beserta lauk
yang telah dihindangkan untuk makan siang mereka bertiga habis semua
dilahapnya. Sang ayah semakin kesal melihat perilaku Doyan Nada. Ia pun mencari
cara lain untuk membinasakannya.
Keesokan
hari, sang ayah mengajak anaknya untuk memancing ikan di sebuah lubuk yang
besar dan dalam. Ketika Doyan Nada sedang asyik memancing, diam-diam sang ayah
mendorong sebuah batu besar yang berada di belakang Doyan Nada. Batu besar itu
menindih tubuh Doyan Nada hingga tewas seketika. Dewi Anjani yang melihat
peristiwa tersebut kembali menolongnya hingga ia dapat hidup kembali.
Ketika
sadar, Doyan Nada tidak melihat lagi ayahnya sedang memancing di lubuk itu.
Sejak itulah, ia mulai curiga kepada ayahnya yang sengaja untuk mencelakai
dirinya. Dengan perasaan kesal, ia membawa pulang batu besar itu. Sesampai di
halaman rumah, dibantinglah batu besar itu di hadapan ayahnya. Konon, sejak
itu, kampung Doyan Nada kemudian dinamakan Sela Parang. Kata sela
berarti batu, sedangkan kata parang berarti besar atau kasar.
Meskipun
niat jeleknya telah diketahui Doyan Nada, sang ayah tetap saja berniat untuk
menghabisi nyawa anaknya itu dengan berbagai cara. Sementara itu, sang ibu yang
tidak tahan lagi melihat kelakuan suaminya menganjurkan anak semata wayangnya
itu untuk pergi mengembara. Doyan Nada pun menuruti nasehat ibunya. Dengan
bekal dendeng secukupnya, ia pergi mengembara dengan menyusuri hutan belantara
tanpa arah dan tujuan.
Suatu
hari, ketika melewati sebuah hutan lebat, Doyan Nada dikejutkan oleh suara
orang berteriak meminta tolong. Ia pun segera menolongnya. Rupanya, orang itu
adalah seorang pertapa yang terlilit oleh akar beringin. Pertapa yang bernama
Tameng Muter itu kemudian bercerita kepada Doyan bahwa dirinya sudah sepuluh
tahun bertapa karena ingin menjadi raja di pulau itu. Akhirnya, mereka pun
menjadi sahabat dan pergi mengembara tanpa arah dan tujuan.
Dalam
perjalanan mereka menemukan seorang pertapa yang dililit oleh akar beringin
yang sangat besar. Pertapa yang bernama Sigar Penjalin itu sudah dua belas
tahun bertapa karena ingin juga menjadi raja di Pulau Lombok. Akhirnya, ketiga
orang tersebut bersahabat dan pergi mengembara bersama-sama.
Pada
suatu siang, mereka sedang beristirahat di bawah sebuah pohon rindang di tengah
hutan. Ketika mereka sedang tertidur pulas, sesosok raksasa yang bernama
Limandaru mendekati mereka. Raksasa itu hendak mencuri dendeng bekal Doyan
Nada. Setelah mengambil dendeng itu, Limandaru segera melarikan diri. Namun,
suara langkah kakinya yang keras membangunkan ketiga orang sahabat tersebut.
Doyan Nada dan kedua sahabatnya segera mengejar raksasa itu hingga ke tempat
persembunyiannya di sebuah gua di daerah Sekaroh.
Ketika Limandaru hendak
masuk ke dalam gua, Doyan Nada segera mencegatnya.
“Berhenti, hai raksasa
tengik!” seru Doyan Nada, “Kembalikan dendeng yang kamu curi itu!”
“Hai, anak manusia!
Menyingkirlah dari hadapanku, atau kamu akan kujadikan mangsaku!” ancam
Limandaru.
“Aku tidak akan
menyingkir sebelum kau serahkan dendeng itu kepadaku,” kata Doyan Nada.
Merasa
ditantang, Limandaru menjadi marah dan langsung menyerang Doyan Nada. Tanpa
diduga, ternyata anak kecil yang dihadapinya adalah seorang sakti mandraguna.
Serangannya yang datang secara bertubi-tubi dapat dihindari oleh anak kecil itu
dengan mudah. Karena kesal, Limandaru terus menyerang Doyan Nada dengan cara
membabi buta. Namun begitu ia lengah, tiba-tiba sebuah tendangan keras dari
Doyan Nada mendarat tepat di lambungnya. Tubuhnya yang besar itu pun terpelanting
jauh dan terjatuh di tanah hingga tidak sadarkan diri.
Melihat
Limandaru tidak bernyawa lagi, Doyan Nada bersama kedua sahabatnya masuk ke
dalam gua. Betapa terkejutnya mereka ketika mendapati tiga orang putri cantik
yang menjadi tawanan Limandaru. Ketiga putri tersebut adalah putri dari Madura,
Majapahit, dan Mataram. Akhirnya, Doyan Nada menikahi putri dari Majapahit,
Tameng Muter menikahi putri dari Mataram, dan Sigar Penjalin menikahi putri
dari Madura.
Setelah
itu, ketiga sahabat tersebut masing-masing mendirikan kerajaan di pulau
tersebut. Doyan Nada mendirikan kerajaan di Selaparang tempat kelahirannya,
Tameng Muter mendirikan kerajaan di Penjanggi, sedangkan Sigar Penjalin
mendirikan kerajaan di Sembalun. Mereka mempimpin kerajaan masing-masing dengan
arif dan bijaksana. Demikian cerita Kisah Doyan Nada dari daerah
Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. Pesan moral yang dapat dipetik dari cerita
di atas adalah bahwa seburuk apa pun tabiat seorang anak, kedua orang tua tidak
perlu menghabisi darah dagingnya sendiri seperti halnya ayah Doyan Nada.
Semestinya, ia tidak hanya melihat pada sisi buruk yang ada pada diri Doyan
Nada, tetapi juga pada sisi baiknya. Doyan Nada memang kuat makan, tetapi ia
memiliki kekuatan yang luar biasa. Maka, dengan kekuatannya itu dapat
dimanfaatkan untuk membantu mereka mencari nafkah yang lebih banyak sehingga
mereka tidak akan kekurangan makanan.
Penguasa itu bernama Cupak. Ia manusia tapi perangainya raksasa,
raksasa pemakan tanah. Semula, Cupak hanya rakus maka nasi, tapi sejak
berkuasa, ia gemar makan tanah. Mula-mula sepiring, lama-lama menjadi semeter
hingga berhektar-hektar. Sementara itu, Cupak berusaha menikahi Galuh, putri
raja yang diselematkannya dari raksasa Menaru yang menculiknya. Sebagai hadiah
dari keberhasilan Cupak menyelamatkan Galuh serta membunuh raksasa
Menaru, maka Cupak diangkat jadi penguasa dan bakal suami Galuh. Tapi Galuh
mengulur-ulur waktu.
Alasannya, menunggu Gerantang pulang. Gerantang adalah adiknya
Cupak. Dulu mereka berdua, Cupak dan Gerantang berjuang bersama membunuh
raksasa Menaru, namun yang kembali hidup membawa Galuh pulang adalah Cupak.
Maka Cupaklah yang berhak menjadi penguasa sekaligus memiliki Galuh. Sementara
itu, kegemaran Cupak makan tanah membuat rakyat resah dan menggelar protes.
Menghadapi itu Cupak memakai kekerasan, menembaknya. Tapi protes tak
padam.
Setelah diselidiki pemimpin protes berupa demo itu adalah Gerantang,
adik Cupak yang dikira sudah mati. Cupak mengajak adiknya berunding. Karena
permintaan Gerantang dirasa berat, mereka pun tarung. Sebagai penguasa Cupak
menang. Namun Cupak mengalah, ia serahkan kekuasaan pada Gerantang dengan pesan
jangan sampai nikmat kekuasaan mengubah jati dirinya dari membela rakyat
menjadi menindas rakyat. Maka Gerantang pun menjadi penguasa menggantikan
Cupak. Tapi begitulah, kursi empuk kekuasaan mengubah Gerantang menjadi Cupak.
No comments:
Post a Comment