A.
Sejarah
Perkembangan Filologi Kawasan Asia ( India )
Benua Asia dikenal sebagai sebuah
benua yang berperadaban tinggi. Semenjak bangsa-bangsa dikawasan Asia mengenal
huruf, sebagian besar kebudayaan mereka ditulis dalam bentuk naskah. Dalam
naskah tersebut mereka menuliskan tentang kehidupan mereka pada masa tersebut.
Naskah- naskah yang tersebar dibenua Asia tersebut kemudian dikaji melalui
studi Filologi dan telah mampu membuka khazanah kebudayaan bangsa- bangsa Asia
serta dapat menyingkap kebudayaan-kebudayaan apa saja yang telah berinteraksi
dengan bangsa-bangsa Asia sejak zaman dahulu.
Diantara bangsa-bangsa Asia yang
telah memiliki kebudayaan yang cukup tinggi adalah bangsa India. Bangsa India
memiliki dokumen-dokumen, prasasti, serta naskah- naskah masa lampau yang
banyak mengupas kebudayaan yang mereka miliki. Kebudayaan India menunjukkan
kebudayaan yang tinggi sejak zaman dahulu, terbukti dengan adanya interaksi
antara bangsa India dengan bangsa-bangsa lain yang sedikit banyak juga
mempengaruhi khazanah kebudayaan bangsa India. Diantaranya adalah :
1. Interaksi
bangsa India dengan bangsa Yunani
Masyarakat India telah terbukti memiliki
beberapa kebudayaan yang dipengaruhi oleh bangsa Yunani.Contoh dari kebudayaan
India yang terpengaruh bangsa Yunani yaitu seni patung di daerah Gandhara, dan
mencapai puncaknya pada zaman raja Kaniska Kusana (ke-78 – 100). Di sisi lain,
juga diduga filsafat Yunani telah mempengaruhi system filsafat India Nyana dan
Walsesika; doktrin Aristoteles telah mempengaruhi silogisme India, teori atom
Empedocies juga berpengaruh pada hukum atom India.
2. Interaksi
bangsa India dengan bangsa Cina
Interaksi bangsa
India dengan bangsa Cina mulai terjadi pada abda ke-1. Diawali dengan
perjalanan dakwah yang dilakukan oleh sekelompok Buddha ke Cina, setelah itu
beberapa musafir Cina mengadakan perjalanan ziarah ketempat- tempat suci agama
Buddha di India. Diantara mereka ada tiga orang yang terkenal karena telah
menerjemahkan naskah-naskah India dalam bahasa Cina. Mereka adalah Fa-hian yang
berkunjung ke india pada tahun 399, Hiuen-tsing pada tahun 630-465, dan yang
ketiga adalah I-tsing pada 671-695, bahkan dia pernah menulis ringkasan delapan
bab ilmu kedokteran India dalam bahasa Cina.
3. Interaksi
bangsa India dengan bangsa Persi
Negara Persi
dengan India amat berdekatan, sehingga kontak yang terjadi antara kedua bangsa
tersebut terjadi lebih awal daripada dengan bangsa-bangsa lain. Salah satu
bukti adanya kontak antara kedua bangsa itu adalah masuknya karya sastra India
Pancanantra dalam kesastraan Persi. Kaisar Anusyirwan dari dinasti Sasaniah
(531-579) mengirimkan seorang dokter pribadinya
( Burzue ) ke India untuk menerjemahkan Pancanatra, selanjutnya naskah
ini berkali-kali disalin dalam bahasa Persi Tengahan dan Persi Baru. Karya
sastra India yang lain yang diterjemahkan kedalam bahasa Persi adalah
Sukasaptati yang diterjemahkan dalam bahasa Persi menjadi Tutinameh. Maka menurut telaah Filologi dapat disimpulkan
kontak langsung bngsa India dengan bangsa Persi terjadi pada abad ke-6, sejak
disalinnya Pancanatra kedalam bahasa Persi.
B.
Telaah
Filologi Terhadap Naskah-Naskah India
Naskah-naskah India yang paling tua
adalah Weda ( kitab suci agama Hindu), mengandung 4 bagian: Regweda, Samaweda,
Yajurweda, dan Atarwa-weda. Berisi tentang kepercayaan kepada dewa, penyembahan
ritual terhadap mereka, mantara-mantra agama Hindu, dan Ilmu sihir. Sastra Weda
ditelaah secara mendalam oleh F. Rosen pada 1838 yang menghasilkan delapan
bagian pertama dari kitab Ragweda. Setelah Weda, munculah naskah-naskah kitab
Brahmana, Aranyaka, dan Upanishad. Kitab Upanishad sendiri diterjemahkan ke
dalam bahasa Persi yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahas Latin. Selain
naskah-naskah agama dan filsafat, juga
muncul naskah-naskah wiracarita seperti Mahabharata dan Ramayana. Terdapat pula
karya drama, ilmu pengetahuan, ilmu hukum, dan ilmu politik.
Bangsa Barat meneliti naskah-naskah
India yang berisi berbagai aspek kebudayaan. Dimulai dari bahasa-bahasa daerah
seperti bahasa Gujarati, Bengali dan Sansekerta. Hasil kajian Filologi terhadap
naskah-naskah tersebut dipublikasikan oleh Abraham Roger berjudul Open Door to
Hidden Heathendom pada 1651. Kemudian pada 1671 dan 1677 Bernier dan Tafernier
menerbitkan karangan mengenai geografi, politik, adat istiadat, serta
kepercayaan bangsa India. Tatabahasa sansekerta mula-mula ditulis oleh
Hanxleden( Jerman ), dalam bahasa Latin.
Bangsa Inggris memulai kegiatan
Filologi di India pada abad ke 18 oleh Gubernur Jendral Warren Hastings yang
menyusun kitab hukum berdasarkan hukum yang ditulis dalam naskah-naskah lama
bangsa India sendiri, diterbitkan di London pada 1776. Pada 1784 didirikan The
Asia Society, di Bengal oleh para orientalis inggris, bertujuan sebagai wadah
kegiatan Filologi. Sir Charles Wilkins menerjemahkan berjudul Song of The
Adorable One pada 1785, Hitopadesa pada 1787 ke dalan bahasa Inggris, dan pada
1808 menyusun tatabahasa Sansekerta. Sir William Jones menerjemahkan Sakuntala,
Gitagowinda, kitab hukum Manu. Beliau juga menerbitkan kamus bahasa Sansekerta,
buku tatabahasa Sansekerta karangan Panini, kitab Hitopadesa, serta mengadakan
koleksi naskah-naskah Sansekerta.
Abad ke-19 dikenal Alexander
Hamilton ( Inggris ), dan Friedrich Schlegel ( Jerman ) yang memajukan studi
naskah-naskah Sansekerta di Eropa. Selain mereka terdapat Frans Bopp yang
dipandang sebagai peletak dasar-dasar Ilmu Perbandingan Filologi. Pada abad ini
dikenal juga Rudholf Roth yang meletakkan studi sastra Weda di Eropa ( On The
Literature and History of the Weda pada 1846 ),terdapat pula F. Max Muller (
murid Rosen ) yang menulis buku mengenai Ragweda dalam 8 jilid, berisi tafsiran
Ragweda karya Sayana.
Semenjak tahun 1850 banyak dilakukan
kajian pada karya klasik India secara ilmiah, serta diterbitkan sejumlah naskah
dengan kritik teks. Mulai dari Albrecht Weber ( History of Indian
Literature,1876) dan daftar naskah Sansekerta yang dikenal ( 500 buah ),
sementara Wilhelm von Svhlegel pada tahun 1819 baru menyusun beberapa puluh
buah. Bohtlingk serta Roth ( kamus besar bahasa Sansekerta, terdapat 7 jilid ).
Maka dengan semua telaah Filologi yang telah disebutkan diatas, secara materi
telaah Filologi di india telah lengkap pada abad ke-19.
C. Sejarah dan
Perkembangan Filologi di Kawasan Nusantara
Nusantara adalah
kawasan yang termasuk Asia Tenggara, memliki banyak kelompok etnis yang
memperkaya kebudayaan Nusantara dengan ciri khasnya masing-masing. Nusantara
merupakan kawasan yang berperadaban tinggi, terbukti dari banyaknya jumlah
peninggalan-peninggalan masa lampau seperti naskah-naskah kuno yang sekarang
tersebar diberbagai pusat studi kebudayaan Timur.
1. Naskah
Nusantara dan Para Pedagang Barat
Pengkajian Filologi terhadap
naskah-naskah Nusantara dimulai pada abad ke 16 dengan kedatangan bangsa Barat.
Para pedagang pertama kali berpikir bahwa naskah-naskah tersebut adalah barang
dagangan bernilai tinggi, maka mereka mulai mengumpulkan naskah-naskah tersebut
dari perorangan maupun dari pesantren atu kuil-kuil. Para pedagang kemudian
membawanya ke Eropa dan menjualnya, kemudian naskah-naskah tersebut terus saja
berpindah tangan karena dijual atau dihadiahkan. Salah satu orang yang memiliki
naskah-naskah tersebut adalah Thomas Erpenius ( 1584-1624 ). Pada tahun 1632
koleksi naskah Nusantara erpenius jatuh ke perpustakaan Universitas Oxford. Selain
itu terdapat pula Edward Pococke, pemilik naskah Hikayat Sri Rama tertua, srta
William Laud,uskup besar dari Canterbury, menghadiahkan koleksi naskah
Nusantaranya kepada perpustakaan Bodlelan di Oxford. Frederick de Houtman
mengarang sebuah buku berjudul Spraeck ende Wordboeck,inde Maleysche ende
Madagaskarsche Talen( 1603 ), buku ini dietrjemahkan kedalam bahasa Latin,
Inggris, dan Perancis.
Pada zaman VOC usaha mempelajari
bahasa-bahasa Nusantara terbatas pada bahasa Melayu untuk berkomunikasi pada
masyarakat pribumi dan bangsa asing yang mengunjungi kawasan ini. Peranan para
pedagang sebagai pengamat bahasa , melalui pembacaan naskah-naskah dilanjutkan
oleh para penginjil yang oleh VOC dikirim ke Nusantara dalam jumlah banyak pada
2 abad pertama.
2. Telaah
Naskah Nusantara oleh Para Penginjil
Bahasa Nusantara dipelajari untuk
kepentingan tugas penginjil. Hasilnya adalah penelitian dan catatan rapi
mengenai kebudayaan bahkan hingga suku yang belum mengenal tulisan. Pada tahun 1629 terbit terjemahan
Al-Kitab pertama dalam bahasa Melayu. Diterbitkan Jan Jacobsz, Palenstein,
diterjemahkan oleh Albert Cornelisz, Ruil ( Ruyl ), berjudul Het Nieuwe
Testament(…) in Nederduyts ende Malays, na de Grieckscher waarheyt overgeset-
Jang Testamentum Baru(…)bersalin kepada Bassa Hulanda daan Basaa Malaju,
seperti Jang Adillan bassa Gregu. Sebelumnya Ruly pernah menerbitkan Spiegel
van de Maleise Tale dengan bahan yang diambil dari karangan Frederick de
Houtman serta beberapa terjemahan gerejani.
Pada tahun 1691, atas perintah Dewan
Gereja Belanda menyusun terjemahan Beibel dalam bahasa Melayu tinggi, Dr.
Melchior Leijdecker melakukan hal tersebut. Namun sampai ajal menjemputnya pada
1701 terjemahan itu belum selesai dan kemudian dilanjutkan oleh penginjil lain
bernama Petrus van den Vorm ( 1664-1731 ).
Francois valeintijn, seorang pendeta
berpendidikan teologi dan ditempatkan di Maluku. Dia menulis beberapa aspek
kebudayaan Indonesia dalam karangannya yang ensiklopedik berjudul Oud en Nieuw
Oost Indien, vervattende een nauwkenige en uitvoerige verhandelinge van
Nederlandse mogenttheyd in die gewesten(1726). Penginjil lain yang terkenal
adalah G.H. Werndly, karangannya berjudul Maleische Spraakkunst pada 1736,
dalam lampirannya yg diberi nama Maleische Boekzaal terdapat 69 naskah melayu
yang dikenalnya.
Seiring melemahnya kedudukan VOC maka
dorongan untuk mempelajari bahasa dan naskah-naskah Nusantarapun menjadi
berkurang. Pada tahun 1814 lembaga ini dapat mengirim seorang penginjil
protestan bernama G.Bruckner ke Indonesia. Terjemahan Alkitab Bruckner terbit
pada tahun 1831 dalam huruf Jawa, dia juga menulis buku tatabahasa Jawa
berjudul Proeve eener Javanaasche Spraakkunst pada tahun1930. Pada 1842 terbit
kamus Bruckner berjudul Een klein woordenboeck der Holandse, Engelsche en
Javaansche Talen.
Nederlandsche Bybelgenootschap ( NBG )
mengharuskan kepada penyiar dan penerjemah Alkitab yang dikirim ke Indonesia
harus memiliki pendidikan akademik. Seorang yang dikirim oleh NBG adalah J.V.C
Gericke(1824),dia mengajarkan bahasa Jawa kepada para pegawai sipil Belanda.
Pada 1832 didirikan lembaga bernama Jaavansche Instituut ,namun ditutup pada
1824. NBG juga mengirimkan penginjil untuk bertugas ke daerah-daerah Kalimantan
berbahasa Dayak, ke Sumatra berbahasa Batak, kedaerah Bugis dan Makasar,Sunda,
dan kepulauan Nias. Selain melakukan tugas dari NBG mereka juga melakukan
kajian ilmiah terhadap naskah-naskah di Nusantara. Mereka sering juga
menerjemahkan naskah-naskah itu ke dalam bahasa asing,terutama bahasa
Belanda,ada juga yang mengkaji bahasa lisan dari daerah yang mereka datangi.
3. Kegiatan
Filologi terhadap Naskah Nusantara
Mimbar
kuliah untuk disiplin ilmu bahasa, ilmu bumi, dan ilmu bangsa-bangsa mula-mula
diadakan di Koninkijke Militaire Academie ( KMA ) di Breda pada tahun 1836, kemudian
di Delfi pada tahun 1842. Akhirnya mimbar kuliah ini dipindah ke Fakultas
Sastra Universitas Leiden. Kajian filologi terhadap naskah-naskah Nusantara
bertujuan untuk menyunting,membahas serta menganalisis isinya, atau untuk
kedua-duanya. Taraf awal kajian terhadap naskah-naskah tersebut terutama untuk
tujuan penyuntingan pada umumnya menggunakan metode intuitif dan diplomatik dan
menghasilkan penyajian teks dalam huruf aslinya , ialah huruf Jawa, pegon, atau
huruf Jawi. Perkembangan selanjutnya naskah itu disunting dalam bentuk
transliterasi dalam huruf Latin. Suntingan naskah dengan disertai terjemahannya
dalam bahasa asing, terutama bahasa Belanda merupakan perkembangan filologi
selanjutnya . suntingan naskah yang diterbitkan pada abad ke 20 pada umumnya
disertai terjemahan dalam bahasa Inggris atau Belanda, bahkan yang diterbitkan
hanya terjemahannya, misalnya Sejarah Melayu oleh Leyden(1821) dan C.C Brown
berjudul The Malay Annals(1952) Hikayat Hang Tuah oleh H. Overbeck berjudul
Hikayat Hang Tuah ( 1922 ).
Pada
abad ke20 juga terdapat suntingan naskah dengan metode kritik teks, yang
menghasilkan suntingan yang lebih mantap dari suntingan-suntingan
sebelumnya karena banyak yang dissertai
dengan terjemahan dalam bahas Belanda, Inggris, ataupun Jerman. Pada abad ini
juga muncul terbitan ulang dari naskah yang pernah disunting dengan maksud
untuk menyempurnakan. Selain itu banyak pula diterbitkan naskah-naskah
keagamaan baik naskah Melayu maupun naskah Jawa yang dapat dikaji oleh ahli
teologi dan selanjutnya mereka menghasilkan karya ilmiah dalam bidang tersebut.
Naskah-naskah
Sejarah yang telah banyak disunting dapat dimanfaatkan oleh ahli sejarah.
Disamping menerbitkan suntingan-suntingan naskah, banyak dilakukan telaah naskah
untuk tujuan pembahasan isinya, yang ditinjau dari berbagai segi disiplin. Telaah filologi terhadap
naskah-naskah daerah luar Jawa dan Melayu banyak dilakukan antara lain oleh
H.T. Damste berjudul Hikayat Perang Sabil ( 1928 )berdasarkan nskahnya dalam
bahasa Aceh, oleh H.K.J. cowan berjudul Hikayat Malem Dagang( 1937 ). F.S.
Erings menyunting naskah Sunda berjudul Loetoeng Kassroeng,een mythologisch
verhaal uit West Java (1949). Naskah Bugis digarap oleh J. Noorduyn berjudul
Een achttiende eeuewse kroniek van Wadjo (1955). Naskah Madura oleh Vreede
berjudul Tjarita brakaj (1878).
Pada
periode mutakhir mulai dirintis telaah naskah-naskah Nusantara dengan analisis
berdasarkan ilmu sastra (Barat). Misalnya analisis struktur dan amanat terhadap
naskah Hikayat Sri Rama oleh Achadiati Ikram berjudul Hikayat Sri Rama. Pada
decade selanjutnya dilakukan penelitian dengan menggunakan analisis
intertekstual, misalnya analisis intertekstual terhadap naskah Hikayat Merong
Mahawangsa oleh hendrik M. Jan Maier berjudul Fragment Of Reading: The Malay
Hikayat Merong Mahawangsa (1985). Disamping itu juga dilakukan penelitian
dengan menggunakan analisis resepsi, misalnya analisis resepsi terhadap naskah
Kakawin Arjunawiwaha oleh I. Kuntara wiryamartana berjudul Arjunawiwaha :
Transformasi Teks Jawa Kuna Lewat Tanggapan dan Penciptaan di Lingkungan Sastra
Jawa (1987).
Sejak
tahun empat puluhan telah terbit buku-buku sejarah Kesustraan Nusantara seperti
Sejarah Kesusastraan Melayu Klassik oleh Liaw Yock Fang (1982). Kegiatan
filologi terhadap naskah-naskah Nusantara telah mendorong berbagai kegiatan
ilmiah yang hasilnya telah dimanfaatkan oleh berbagai disiplin, terutama
disiplin humaniora dan disiplin ilmu-ilmu social. Telaah naskah-naskah tersebut
dapat membuka kebudayaan bangsa dan telah mengangkat nilai-nilai luhur yang
disimpan didalamnya.
No comments:
Post a Comment